Masih segar dalam ingatan saya ketika 10 bulan yang lalu membaca artikel tulisan Hazairin Sitepu (CEO Radar Bogor Group berjudul “Dua Jam Bersama Pak Dahlan Iskan” yang di dalamnya terdapat sindiran terhadap Dirut Pertamina (Bu Karen) yang terlambat menghadiri janji ketemuan dengan Pak Dahlan Iskan. Pak DIS (sapaan akrab Pak Dahlan) akhirnya membatalkan pertemuan dengan Bu Karen sebab setengah jam berikutnya Beliau memiliki agenda lain yang harus dipenuhi, yakni bertemu dengan Menteri ESDM.
“Wah, barangkali ini termasuk pencitraan negatif terhadap nama baik CEO Pertamina”, gumam saya dalam hati. Meskipun saya sangat yakin kalau Hazairin sama sekali tidak bermaksud demikian, tapi ranah intelektualitas orang awam agaknya sulit untuk memandang dengan jernih tulisan tersebut. Ya, itu cerita di tahun 2011; di tahun 2012 ini -tepatnya 24 Januari 2014- saya membaca artikel yang masih berhubungan dengan Pak DIS (sebab penulis artikel tersebut ya memang Pak DIS sendiri) berjudul Pergantian Direksi yang Sangat Bising. Dalam artikel yang bertema sentral Manufacturing hope ini Pak DIS menulis tentang riuhnya suasana penggantian direksi di perusahaan BUMN. Ternyata menjelang pergantian direksi muncul banyak manuver politik dan kasak-kusuk untuk mengangkat maupun menjatuhkan pamor calon yang diunggulkan. Sungguh, Anda harus membaca tulisan Pak DIS tersebut.
Lalu apa hubungannya artikel tersebut dengan Bu Karen? Nah, inilah menariknya. Dalam tulisan manufacturing hope-nya Pak DIS isinya seringkali menyinggung persoalan integritas, antusiasme dan manajemen terfokus. Pokoknya –kata Pak DIS- bisnis di BUMN itu harus firm dan fokus. Yang tidak fokus terancam mendapat label ‘musyrik’ secara manajemen. Sebab –kata Pak Dis- kalau tidak fokus berarti tidak satu perhatian. Tidak ‘satu perhatian’ itu sama dengan tidak ‘meng-esa-kan’. Tidak mengesakan artinya tidak bertauhid. Tidak bertauhid ujung-ujungnya musyrik. Nah lho. Ngeri juga kalau jalan berpikirnya model beginian. Oh, hampir lupa, nama Bu Karen sempat disinggung dalam bahasan sebanyak 47 kata di artikel pergantian direksi ini. Tidak seperti artikelnya Huzairin yang dulu saya baca, kali ini Bu Karen mendapat pujian dari Pak DIS. Bahkan lebih dari itu, Bu Karen disanjung dan dibanggakan oleh seorang Menteri BUMN.
Sepanjang pengetahuan saya ada 4 orang perempuan yang pernah dipuji oleh Pak DIS dalam tulisan yang pernah dibuatnya. Yang pertama, Bu Susi Pudjiastuti (Presiden Direktur PT ASI Pudjiastuti yang bergerak di bidang perikanan dan PT ASI Pudjiastuti Aviation yang merupakan operator penerbangan Susi Air). Tulisan Pak DIS terkait Bu Susi bisa disimak pada artikel berjudul “Susi tetap di Hati”.
Yang kedua, Ibu Herawati Diah (istri dari B.M. Diah, pemilik harian Merdeka yang juga mantan Menteri Penerangan). Pak DIS memuji Ibu Herawati ditulisannya yang berjudul “Hidup bahagia Jakoeb Oetama” tanggal 03 Oktober 2011. Berikut saya kutip sanjungan Pak DIS terhadap Ibu Herawati yang kini sudah berumur diatas 80 tahun : “Hatinya sangat baik, berpikirnya longgar, bicaranya sangat terkontrol, dan pembawaannya sangat tenang. Disiplinnya sangat tinggi, termasuk dalam hal makanan. Karena itu, Ibu Herawati terjaga langsing sampai sekarang. Ibu Herawati bisa mewakili sosok wanita intelektual yang bergaya elegan . . .”.
Yang ketiga, Perdana Menteri Thailand, Yingluck “Pou” Shinawatra. Pak DIS mengatakan srikandi yang lahir di Chiang Mai -Thailand Utara itu cantik. Wah..wah, Pak DIS rupanya sangat jujur menyampaikan kekagumannya atas wanita. Kontan saya jadi bertanya : Cantik mana sama Bu Nafsiah Sabri, Pak DIS?. Komentar Pak DIS terkait Bu Yingluck ini tercantum pada artikel “Langkah Pertama : Manufacturing Hope!”.
Yang keempat?. Ya Bu Karen Agustiawan diatas tadi. Sebenarnya saya sempat berharap besar kalau perempuan keempat yang disanjung Pak DIS lewat artikelnya adalah istri beliau sendiri : Bu Nafsiah Sabri. Sebab saya belum pernah membaca tulisan Pak DIS yang secara khusus menceritakan tentang sosok istri yang ‘berhasil’ membuat Pak DIS mampu seperti sekarang ini. Ah itu kan cuma harapan saya, barangkali Bu Nafsiah memang pernah berpesan khusus pada Pak DIS supaya jangan sekali-kali menulis tentang istrinya meskipun Pak DIS sebenarnya ingin. Tapi barangkali Pak DIS punya cara lain yang lebih romantis dan jantan dalam mengemukakan cinta pada belahan jiwanya dibanding menulis di artikel. Atau siapa tahu pada akhirnya Pak DIS membaca tulisan ini dan mau membuat artikel khusus tentang Bu Nafsiah.
Artikel. Ya saya memang termasuk spesies yang gemar sekali membaca artikel. Libido saya sangat tinggi dalam melahap artikel yang saya temui. Tidak peduli siapa penulisnya, sepanjang artikel tersebut memiliki gairah “flow” (aliran) saya akan senang sekali melahapnya. Anda tahu, membaca artikel yang nge-flow bagi saya nikmatnya mengalahkan sensasi bercinta dibawah guyuran hujan dan selimut mendung. Sungguh. Oh iya, yang saya maksud artikel nge-flow yakni artikel yang memiliki alur pembahasaan dan penceritaan yang sanggup membuat curiousity membuncah sehingga sulit membuat Anda berhenti ketika mulai start membaca. Sederhananya kita “dipaksa” terus-terusan membaca artikel tersebut sampai kalimat terakhir dan biasanya diakhir penutupnya sang penulis memberikan penutup yang pas. Ciamik sekali. Artikel-artikel tulisan Pak DIS menurut saya merupakan salah satu yang memiliki ‘flow’ dan tutur bahasa yang khas.
Artikel bisa mendatangkan jamak manfaat bagi kita. Tidak hanya menambah pengetahuan, ia juga membuat aktif sel-sel di otak, mengasah kemampuan nalar, menambah wawasan dan perbendaharaan kosakata, serta secara tidak langsung akan mempengaruhi kecerdasan menulis/menyampaikan gagasan. Kecerdasan ini demikian pentingnya bagi seorang anak adam, sayangnya dipelajaran bahasa Indonesia dibangku sekolah hal ini kurang diperhatikan. Meskipun begitu –untungnya- kita tidak perlu khawatir sebab nyatanya negara kita punya banyak penulis artikel yang memiliki gaya khas tersendiri dalam menyampaikan gagasannya. Selain Pak DIS, sebut saja nama AS Laksana, M. Nuh, Pri Agung R., Rhenald Kasali, Hermawan Kartajaya, Anis Matta, Goenawan Muhamad, Mario Teguh, Ario Djatmiko, Adi W. Gunawan, Samuel Mulia, Bersihar Lubis, Alit susanto, dan seabrek nama lainnya yang bisa berlembar-lembar kalau dilanjutkan ditulis disini. Dan saya yakin nama muhsin budiono bisa jadi akan ikut tertulis kalau dilanjutkan. he..he
Tunggu sebentar -sebelum saya menutup tulisan ini- kalau dihubung-hubungkan dengan judul artikel ini, barangkali muncul pertanyaan : apakah Bu Karen pernah menulis artikel model yang dilakukan Pak DIS?. Terus terang selama berada di kolong langit ini -baik di Koran maupun di internet- saya belum pernah sekalipun membaca artikel tulisan Bu Karen. Jujur, sebenarnya saya rindu sekali membaca artikel tulisan Bu Karen. Agak iri rasanya dengan teman-teman di PLN ketika Pak DIS sewaktu belum menjabat Menteri (masih CEO PLN) menulis dengan rutin kisah perjuangan suka maupun duka beliau membenahi PLN. Ribuan pekerja PLN jadi melek dan mafhum kalau atasan-atasan mereka (baca : top manajemen) tengah getol berjuang memperbaiki kinerja PLN. Mereka semakin semangat bekerja dan bekerja. Bahkan ketika ada terobosan ‘bulan Mei tanpa SPD’ para pekerja PLN bisa menerima dan legowo karena mampu ‘berbuat sesuatu’ yang baik bagi perusahaan setrum tersebut. Pekerja level bawah sekalipun merasa berperan dalam transformasi PLN. Pada akhirnya ketika harus menerima tampuk jabatan Menteri BUMN artikel-artikel Pak DIS dibukukan menjadi sebuah buku berjudul ‘Dua Tangis dan Ribuan Tawa’. Kisah beliau ketika menjabat menjadi CEO terekam dengan baik. Abadi dalam sebuah buku.
Ah, saya harap Bu Karen membaca artikel saya ini dan mau menulis satu artikel saja untuk seorang jongos macam saya. Atau bukan karena request saya ini, tapi menulis untuk ribuan karyawan Pertamina yang selama ini merindukan tulisan beliau. Anda tahu, konon ini hukum yang berlaku di muka bumi : “Jika anda meminta, anda diberi. Jika anda mencari, anda menemukan apa yang anda cari. Jika anda mengetuk pintu, anda dibukakan”. Lewat tulisan ini saya sudah ‘meminta’, dan saya yakin cepat atau lambat sayapun akan ‘diberi’. Semoga
Discussion
No comments yet.